Sabtu, 12 Juli 2014

I Love U Ma Icih (Mengambil Hikmah Puasa dari Nenek Tua Renta)



Gambar : Sosok Ma Icih yang sedang mencari kayu bakar untuk memasak

Hari pertama puasa kali ini saya rasakan sangatlah berat bagaimana tidak, meskipun hari pertama puasa jatuh di hari minggu/ libur namun saya harus masuk kerja karena tugas saya sebagai tenaga administrasi di sekolah yang menuntut saya harus kerja exstra dikarenakan menghadapi tahun ajaran baru.

Lama berkutat di depan komputer sekolah membuat saya letih dan lemas. saat waktu senggang saya coba buka FB dan apa yang terjadi? Mmmm… banyak sekali FB’er yang sharing menu masakan untuk buka puasa dan yang pastinya gambarnya pun ikut dishare. Mmmm….. Makyos. Terlintas dalam pikiran membatalkan puasa saya “astagfirulloh haruskan saya godin (membatalkan puasa)”. Tak terasa waktu dhuhur pun saya lalui dan rasa-rasanya tugas sudah saya selesaikan tak banyak cerita saya langsung pulang dengan menunggangi Honda Kharisma keluaran 2004 warna hitam yang masih mulus namun sedikit kurang tenaganya.


Seperti halnya kegiatan orang biasa pada umumnya, setibanya di rumah saya langsung berubah menjadi bapak rumah tangga maklum pengantin baru. hehehe dan menggantikan tugas istri saya membeli bahan makanan untuk beruka puasa. Tak banyak waktu saya habiskan di warung dan langsung pulang. Baru saja 2 langkah saya keluar diwarung mata saya tertuju pada sebuah rumah panggung yang tidak asing lagi bagi saya. Rumahnya sederhana pintunya hanya 2, depan dan belakang itupun sudah reyod. Pun sama hal nya dengan jendela yang mirip jendela rumah tempo dulu. Tak ada kaca di bagiannya jendelanya dan sepertinya tidak pernah tersentuh cat. Langkah saya berbelok arah dan penasaran untuk menemui si penghuni rumah tersebut.

Gambar : rumah sederhana dari Ma Icih yang ada di Kp. Babakan Imbangan, 01/03, Desa Cibulakan Cugenang-Cianjur
 Assalamualaikum… salam saya suarakan sambil membuka pintu yang tidak berdaun. Waalaikumsalam lirih suara yang merespon salam saya. Ya beliau adalah penghuni rumah tersebut, rumah yang biasa saya kunjungi sejak saya umur 7 tahun sampai sekarang mau menginjak 25 tahun namun kali ini agak jarang karena padatnya kesibukan. Tak ada siapa-siapa di dalam terkecuali nenek tua renta yang badanya sudah bongkok dan terkena penyakit scholiosis, lordosis dan kifosis (penyakit tulang).

Ma Icih... begitulah orang kampung menyebut beliau. Hidup menyendiri sehari-hari namun di samping kesederhanaan beliau dia tidak pernah sedikitpun untuk menggadaikan harga dirinya untuk meminta-minta. Sikapnya yang tawadhu justrulah yang memberikan rizki yang melimpah. Tetangga-tetangga ma Icih tak pernah tinggal diam untuk membantu biaya hidup beliau. Di kampung saya nenek yang satu ini merupakan manusia yang umurnya paling tua. Tidak ada yang tau usia dari Ma Icih. Namun sering saya langsung Tanya berapa tahun umurnya? dengan santai sambil beliau menjawab “teu apal atuh… ema ge poho iraha ema lahir, 300 tahun mah aya meuren” kalau diartikan kurang lebih seperti ini  “tidak tahu… ema juga lupa kapan ema lahir, umur ema 300 tahun mungkin”. Meskipun sedikit tidak percaya namun yah seperti itulah ma Icih.

Ada satu hal yang membuat hati saya berdetak tak karuan saat saya berkunjung dan bertanya “Masih puasa kah ema?” dengan suara lantang sambil menumbuk pisang di baskom untuk buka puasa dia menjawab “Yaa…. Pasti atuh, orang anak kelas 3 SD saja masih puasa masa ema yang udah tua kaya gini ga puasa malu dong kalah sama anak SD jika ema ga Puasa”. Kata-kata tersebut membuat saya malu pada pribadi saya sendiri yang ada-ada aja niat untuk membatalkan puasa dalam kondisi sehat dan kondisi masih bugar. Satu lagi pertanyaan yang saya utarakan kepada beliau. Tadinya saya ingin sekali memberikan apa yang beliau mau selama itu masih bisa saya lakukan. “Ma… sekarang apa yang ema inginkan”? di sela pertayaan saya dan jawaban ma Icih saya berfikiran Emak pasti ingin, mukena, Qur’an atau sajadah? Saat fikiran itu terlintas ma Icih menghentikan tumbukannya dan menatap mata saya dengan penuh harap dan suara yang halus beliau menjawab:
Dan… Emak ini hidup sebatangkara , tak punya anak, saudara juga jauh, tak banyak permintaan emak di akhir masa hidup ema. Kalau bisa hanya 1 permintaan ema: Jika nanti ema meninggal tolong mandikan ema, kafani ema, solatkan ema, kuburkan ema dan do’akan ema!” itu cukup bikin emak bahagia. Jawaban yang tidak saya duga sebelumnya dan tak terasa air mata pun menetes tanpa kompromi.  
Gambar : Ma Icih Saat menumbuk Pisang + Terigu untuk membuat Pisang Goreng

Tak terasa waktu beranjak Pukul 16.00 wib sudah waktunya pulang. Ma Icih kali ini mengalahkan motivator handal sekelas Mario teguh. Kali ini beliau mengajarkan Hikmah Puasa dan hikmah hidup di dunia yang bersifat sementara. Mudah-mudahan beliau diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menjalani kehidupan.

I Love U Ma Icih. 



10 komentar:

Semoga Bermanfaat Semuanya, mohon koreksi dan saranya ya sahabat

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More